Selasa, 05 Maret 2013

Ringkasan Ekologi SDH -Habitat, Relung & Produktifitas Ekosistem-


HABITAT dan RELUNG
Habitat, yaitu tempat dimana suatu makhluk hidup biasa diketemukan. Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang biasa disebut habitat. Untuk menemukan suatu organisme tertentu, perlu diketahui dulu tempat hidupnya (habitat), sehingga ke habitat itulah pergi mencari atau berjumpa dengan organisme tersebut. Semua organisme atau makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat hidup. Contohnya, habitat paus dan ikan hiu adalah air laut, habitat ikan mujair adalah air tawar, habitat buaya muara adalah perairan payau, habitat monyet dan harimau adalah hutan, habitat pohon bakau adalah daerah pasang surut, habitat pohon butun dan kulapang adalah hutan pantai, habitat cemara gunung dan waru gununl; ndalah hutan Dataran tinggi, habitat manggis adalah hutan dataran rendah dan hutan rawa, habitat ramin adalah hutan gambut dan daerah dataran rendah lainnya, pohon-pohon anggota famili Dipterocarpaceae pada umumnya hidup di daerah dataran rendah, pohon aren habitatnya di tanah darat iInfaran rendah hingga daerah pegunungan, dan pohon durian luibitatnya di tartan darat dataran rendah.
Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan habitat padang rumput, untuk hutan mangrove dapat menggunakan isfilah habitat hutan mangrove, untuk hutan pantai dapat menggunakan habitat hutan pantai, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme mencakup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan (komponen lingkungan biotik) dan komponen lingkungan abiotik.
Habitat suatu organisme itu pada umumnya mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup setiap organisme merupakan kisaran faktor-faktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran faktor-faktor ekologi bagi sefiap organisme memiliki lebar berbeda yang pada batas bawah disebut titik minimum, batas atas disebut titik maksimum, di antara titik minimum dan tifik maksimum disebut titik optimum. Ketiga titik tersebut dinamakan titik kardinal.
Setiap organisme mempunyai habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat akan menyebabkan terjadi perubahan pada komponen habitat, sehingga ada kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninya Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga di titik minimum dan maksimum (di luar kisaran faktor-faktor ekologi) yang diperlukan oleh setiap organisme di dalamnya, maka organisme itu dapat mati atau pindah (migrasi) ke tempat lain. Jika perubahan yang terjadi dalam habitat berjalan lambat, misalnya berjalan selama beberapa generasi, maka organisme yang menghuninya pada umumnya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru meskipun luas batas-batas semula. Melalui proses adaptasi (penyesuaian diri) tersebut lama-lama terbentuklah ras-ras baru yang mempunyai sifat berbeda dengan sebelumnya.
Habitat organisme bisa lebih dari satu tempat. Misalnya burung pipit mempunyai habitat di sawah untuk aktivitas mencari makan, juga mempunyai habitat di atas pepohonan untuk bertelur. Habitat ikan salem ketika dewasa adalah di laut, waktu akan bertelur pindah habitatnya di sungai, bahkan sampai ke hulu sungai. Ikan salem bertelur di hulu sungai dan anak yang telah ditetaskan akan tinggal bertahun-tahun di sungai, kemudian ketika memasuki fase dewasa ikan salem itu pindah habitat lagi ke laut.
Contoh lainnya adalah ikan arwana mempunyai habitat di air tawar dan ada pula yang di air payau. Habitat katak ketika dewasa adalah di darat, sedangkan ketika fase telur dan berudu berada di air tawar. Pohon ramin (Gonystylus bancanus) mempunyai habitat di hutan gambut juga di hutan-hutan daratan dengan tanah berpasir, ketinggian tempat 2-100 m dari permukaan laut. Pohon Matoa (Pometia pinnata) mempunyai habitat di pinggir sungai, juga di daerah yang bertanah liat, tanah pasir atau lempung di hutan daratan dataran rendah hingga di hutan pegunungan (ketinggian tempat kurang dari 1.700 m dpl.). Pohon kempas (Koompassia malaccensis) mempunyai habitat di hutan rawa, juga di hutan daratan dengan tanah liat atau pasir yang ketinggian tempatnya adalah 0-600 m dpl.
Di dalam habitat, setiap makhluk hidup mempunyai cara tertentu untuk hidup. Misalnya, burung yang hidup di sawah ada yang makan serangga, ada yang makan buah padi, ada yang makan katak, ada juga yang makan ikan. Cara hidup organisme seperti itu disebut relung atau niche.
Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem. Relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari organisme-organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif persaingannya.
Relung (niche) dalam ekologi merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam komunitasnya.[1] Konsep ini menjelaskan suatu cara yang tepat dari suatu organisme untuk menyelaraskan diri dengan lingkungannya.[2] Habitat adalah pemaparan tempat suatu organisme dapat ditemukan, sedangkan relung adalah pertelaan lengkap bagaimana suatu organisme berhubungan dengan lingkungan fisik dan biologisnya.[2] Ekologi dari suatu individu mencakup variabel biotik (makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, baik yg mikro maupun yg makro) dan abiotik (benda tidak hidup). [3] Relung menentukan bagaimana spesies memberi tanggapan terhadap ketersediaan sumberdaya hidup dan keberadaan pesaing dan pemangsa dalam suatu ekosistem. [4]
Terminologi
Kata "relung" mulai mendapat arti ilmiah pada tahun 1933 oleh tulisan Charles Sutherland Elton, seorang ahli ekologi yang mempelajari ekologi komunitas dan populasi, lewat pernyataannya, "relung suatu organisme adalah mode dari kehidupan organisme tersebut dalam hal peran atau profesinya dalam suatu komunitas manusia."[5] Konsep modern dari relung dicetuskan oleh G. Evelyn Hutchinson, seorang ahli zoologi, pada tahun 1957, yang berpendapat bahwa relung adalah cara-cara di mana toleransi dan kebutuhan berinteraksi untuk mendefinisikan kondisi dan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh suatu individu atau suatu spesies untuk menjalankan kehidupannya.[5]
Dimensi relung
Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembapan, pH, temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya alam yang bervariasi.[5] Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi.[5] Relung dua dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung kerang di pasir.[5] Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan ketersediaan makanan sebagai bagian dari relung suatu organisme.[5]
Klasifikasi
Suatu spesies biasanya memiliki relung yang lebih besar pada saat ketidakhadiran predator dan kompetitor. [6] Dengan kata lain, ada beberapa kombinasi terntentu dari kondisi dan sumber daya alam yang dapat membuat suatu spesies mempertahankan viabilitas (kehidupan) populasinya, hanya bila tidak sedang diberi pengaruh merugikan oleh musuh-musuhnya.[6] Atas dasar ini, Hutchinson membedakan antara relung fundamental dengan relung realitas.[6] Relung fundamental adalah gambaran dari potensi keseluruhan suatu spesies.[6] Sementara relung realitas menggambarkan spektrum yang lebih terbatas akan kondisi-kondisi dan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk bertahan, bahkan dengan kehadiran kompetitor dan predator.


 
Pengertian Habitat
Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu.Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang ditempati populasi itu,termasuk faktor-faktor abiotik berupa ruang,tipe substratum atau medium yangditempati,cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.

2.2 Macam-macam Habitat
Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni: daratan,perairantawar,perairan payau,dan estuaria serta perairan bahari/laut. Masing-masing kategori utamaitu dapat dipilah-pilahkan lagi tergantung corak kepentingannya,mengenai aspek yang ingindiketahui. Dari sudut pandang dan kepentingan populasi-populasi hewan yangmenempatinya,pemilihan tipe-tipe habitat itu terutama didasarkan pada segi variasinyamenurut waktu dan ruang. Berdasarkan variasi habitat menurut waktu, dapat dikenal 4 macam habitat, yaitu :
1.Habitat yang konstan, yaitu suatu habitat yang kondisinya terus-menerusrelatif baik atau kurang baik.
2.Habitat yang bersifat memusim,yaitu suatu habitat yang kondisinya secara relatif teratur secara berganti-ganti antara baik dan kurang baik.
3.Habitat yang tidak menentu,yaitu suatu habitat yang mengalami suatu perioda dengankondisi baik yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak dapatdiramalkan.
4.Habitat yang efemeral , yaitu suatu habitat yang mengalami perioda kondisi baik yang berlangsung relatif singkat,diikuti oleh suatu perioda dengan kondisi yang berlangsung relatif lama sekali.
 
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang,habitat dapat diklasifikasi menjadi3 macam, yaitu :
1.Habitat yang bersinambung,yaitu apabila suatu habitat mengandung area dengankondisi baik yang luas sekali,yang melebihi luas area yang dapat dijelajahi populsihewan penghuninya.
Sebagai contoh yang luas sebagai habitat dari populasi rusa yang berjumlah 10 ekor.
2.Habitat yang terputus-putus,merupakan suatu habitat yang mengandung area dengankondisi baik letaknya berselang-seling dengan area berkondisi kurang baik,danhewan-hewan penghuninya dengan mudah dapat menyebar dari area berkondisi baik yang satu ke yang lainnya.
3.Habitat yang terisolasi,merupakan suatu habitat yang mengandung area berkondisi baik yang terbatas luasnya dan letaknya terpisah jauh dan area berkondisi baik yanglain,sehingga hewan-hewan tidak dapat menyebar untuk mencapainya, kecuali bila didukung oleh faktor kebetulan.Misal suatu pulau kecil yang dihuni oleh populasirusa. Jika makanan habis rusa tersebut tidak dapat pindah ke pulau lain. Pulau kecil tersebut bukan merupakan habitat terisolasi bagi suatu populasi burung yang dapatdengan mudah pindah ke pulau lainnya,tetapi lebih cocok disebut habitat yangterputus.

Mikrohabitat
Populasi-populasi hewan yang mendiami suatu habitat tertentu akan terkonsentrasiditempat-tempat dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnyamasing-masing. Mikrohabitat adalah bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yangkondisinya paling cocok dan paling akrab berhubungan dengan hewan.

2.3 Pengertian Relung Ekologi
Istilah relung ekologi diluar bidang ekologi praktis tidak dikenal. Hal ini dikarenakankonsep relung ekologi relatif baru.
Secara umum dapat dikatakan bahwa relung ekologimerupakan suatu konsep abstrak mengenai keseluruhan persyaratan hidup dan interaksiorganisme dalam habitatnya. Dalam hal ini habitat merupakan penyedia berbagai kondisi dansumberdaya yang dapat digunakan oleh organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya.Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah statusfungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasifisiologis, struktur/morfologi, dan pola perilaku hewan itu
 
Hutchinson (1957) dalam Begon, et al. (1986) telah mengembangkan konsep relungekologi multidimensi (dimensi-n atau hipervolume).
Setiap kisaran toleransi hewan terhadapsuatu faktor lingkungan, misalnya suhu, merupakan suatu dimensi. Dalam kehidupannyahewan dipengaruhi oleh bukan hanya satu faktor lingkungan saja, melainkan banyak faktor lingkungan secara simultan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi atau membatasikehidupan organisme bukan hanya kondisi lingkungan, seperti suhu, cahaya, kelembaban,salinitas, tetapi juga ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan hewan (makanan dan tempatuntuk membuat sarang bagi hewan dan nutrien bagi tumbuhan).
Selanjutnya Hutchinson membagi konsep relung menjadi relung fundamental danrelung yang terealisasikan. relung fundamental menunjukkan potensi secara utuh kisarantoleransi hewan terhadap faktor lingkungan, yang hanya dapat diamati dalam laboratoriumdengan kondisi lingkungan terkendali. Relung terealisasi adalah status fungsional yang benar- benar ditempati dalam kondisi alami,dengan beroperasinya banyak faktor lingkungan, sepertiinteraksi faktor, kehadiran pesaing, predator dsb. Dibandingkan dengan kisaran relungfundamental, kisaran dari relung yang terealisasikan itu pada umumnya lebih sempit, karenatidak seluruhnya dari potensi hewan dapat diwujudkan, tentunya karena pengaruh dari beroperainya berbagai kendala dari lingkungan.Dua spesies hewan atau lebih yang hidup bersama dalam satu habitat dikatakan berkohabitasi atau berkoeksistensi. Hewan-hewan yang berkoeksistensi biasanya memilkikeserupaan dalam kisaran toleransi dan preferendum terhadap faktor lingkungan dalamhabitat, bahkan mungkin juga memiliki keserupaan dalam jenis sumber daya yangdibutuhkan. Berdasarkan konsep relung ekologi multidimensi, hal ini berarti antara kedua populasi tersebut memiliki keselingkupan relung atau beberapa dimensi. Jika dalam suatusaat jumlah sumber daya yang dibututhkan terbatas maka akan terjadi persaingan.

2.4 Asas Ekslusi Persaingan dan Pemisahan Relung Ekologi
Asas ³Ekslusi Persaingan´ atau aturan ³Gause´ menyatakan bahwa suatu relungekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih darisatu spesies.
Sehubungan dengan asas tersebut diatas, menurut ³ Asas koeksistensi´, beberapaspesies yang dapat hidup secara langgeng dalam habitata yang sama ialah spesies-spesiesyang relung ekologinya berbeda-berbeda. Darwin menyatakan bahwa semakin besar  perbedaan-perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup disuatu tempat,   makin besar pula jumlah spesies yang dpat hidup disuatu tempat itu. pernyataan darwintersebut dikenal sebagai ³ Asas divergensi´.Dari uraian tersebut diatas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkutdimensi sumber daya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar dapat berkoeksisitensi dalam habitat yangsama. Perbedaan atau pemisahan relung itu juga mencakup aspek waktu aktif.

2.5 Ekivalen Ekologi
Jika memperhatikan tentang kehidupan berbagai jenis hewan diberbagai tempat seringditemukan spesies-spesies hewan serupa yang hidup didaerah geografi yang berbeda. Jenis- jenis hewan yang menempati relung ekologi yang sama (ekivalen) dalam habitat yang serupadidaerah zoogeografi yang berbeda disebut ekivalen-ekivalen ekologi. Biasanya perkerabatantaksonomi dari ekivalen-ekivalen ekologi sangat dekat, namun tidak selalu demikian.
Secara umum ekivalen-ekivalen ekologi itu dapat dikenali dari kemiripan-kemiripanyang diperlihatkan hewan-hewan tersebut dalam adaptasi-adaptasi morfologi (struktural)serta pola perilakunya.
Sebabnya ialah karena berbagai adaptasi itu adalah tiada lain daripada perangkat ³modal´ kemampuan hewan untuk memanfaatkan sumber daya±sumber dayadidalam lingkungannya atau habitatnya.

2.6 Pergeseran Ciri
Spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat,suatu marga atau genus misalnya,dapatditemuka pada habitat atau daerah penyebaran yang sama (simpatrik) atau ditemukan padadaerah penyebaran yang berbeda (alopatrik). Jika spesies-spesies hewan yang berkerabatdekat (kogenerik) ditemukan dalam keadaan simpatrik,seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang semakin mencolok perbedaannya diantara spesies-speies itu atau dikatakanmengalami evolusi divergen.
Sebaliknya,apabila dalam keadaan alopatrik seleksi alami akanmenghasilkan evolusi konvergen sehingga perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Fenomenatersebut diatas dikenal sebagai pergeseran ciri.
 Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan dalam keadaansimpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi spesies-spesies yang bersangkutan.Pertama,karena ciri (adaptasi morfologis,misalnya) yang nyata bedanya akan menyebabkanterjadinya pemisahan relung ekologi, dengan demikian maka kemungkinan terjadinya  
interaksi berupa persaingan, apabila spesies itu berkohabitasi, akan tereduksi. Kedua berbedanya ciri morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku, misalnya perilaku berbiak, akan lebih menjamin terjadinya pemisahan genetik diantara spesies-spesies yang berkerabat itu bial berkohabitasi, atau menghindari terjadinya inbreeding yang tidak menguntungkan.
 
Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu.Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yangditempati populasi itu,termasuk faktor-faktor abiotik berupa ruang,tipe substratumatau medium yang ditempati,cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.2.

Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni: daratan,perairantawar,perairan payau,dan estuaria serta perairan bahari/laut.Berdasarkan variasi habitat menurut waktu,dapat dikenal 4 macam habitat.1.Habitat yang konstan, 2.Habitat yang bersifat memusim, 3.Habitat yang tidak menentu, 4.Habitat yang efemeral 
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang,habitat dapat diklasifikasi menjadi3 macam.1.Habitat yang bersinambung,2.Habitat yang terputus-putus,3.Habitat yang terisolasi

Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah statusfungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasi fisiologis, struktur/morfologi, dan pola perilaku hewan itu.konsep relungdibagi menjadi relung fundamental dan relung yang terealisasikan4.

Asas ³Ekslusi Persaingan´ atau aturan ³Gause´ menyatakan bahwa suatu relungekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebihdari satu spesies. ³ Asas koeksistensi´, beberapa spesies yang dapat hidup secaralanggeng dalam habitata yang sama ialah spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-berbeda.5.

Ekivalen-ekivalen ekologi adalah jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologiyang sama (ekivalen) dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang berbeda.
 
Biasanya perkerabatan taksonomi dari ekivalen-ekivalen ekologi sangat dekat, namuntidak selalu demikian6.

Evolusi divergen terjadi jika spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat (kogenerik)ditemukan dalam keadaan simpatrik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuhyang semakin mencolok perbedaannya. Evolusi konvergen terjadi jika spesies-spesieshewan yang berkerabat dekat (kogenerik) dalam keadaan alopatrik seleksi alami,sehingga perbedaan-perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Kedua fenomena tersebutdikenal dengan pergeseran ciri.

2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
  1. Produktivitas primer adalah pengubahan energi cahaya oleh produsen atau autotrof. Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Produktivitas primer bersih ini juga adalah produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi.
  2. Produktivitas sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan bersih. Produktivitas sekunder pada dasamya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan konsumen.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.  Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs 
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).
Karena produktivitas merupakan laju penambahan materi organik baru, maka satuan yang digunakan adalah:
a.       satuan energi (kkal) atau satuan biomasa(gram)
b.      satuan luas (persegi)
c.       satuan waktu (hari, minggu, bulan, tahun)
contoh satuan produktivitas : gram/m²/hari. Dalam kajian ekologi tumbuhan yang dibahas hanya produktivitas primer.
2.2 Proses-Proses Dasar Produktivitas
Produktivitas primer bersih ditentukan oleh perbedaan relatif dari hasil fotosintesis dengan materi yang dimanfaatkan dalam proses respirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi primer:
a.       Proses Fotosintesis
Proses ini hanya memanfaatkan sebagian kecil energi cahaya yaitu sekitar 1-5% yang diubah menjadi energi kimia dan sebagian besar dipantulkan kembali atau berubah menjadi panas. Gula yang dihasilkan dalam fotosintesis dapat dimanfaatkan dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP dan dapat dikonpersi menjadi senyawa organik lain seperti lignin, selulosa, lemak, dan protein. Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi potensial fotosintetis. Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi ± 7.000 kkal/m2/hari pada musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut, sebanyak ± 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi tumbuhan. Sekitar 70% energi yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan energi secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar 28% diabsorbsi ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke dalam ekosistem. Prinsipnya dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk menggerakkan 1 mol karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari dan sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi harian, tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi netto yang diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika cahaya maksimal, efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi minimum. Salah satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari pada ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
b.      Proses Respirasi
Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30x dari respirasi terutama pada tempat terendah cahaya matahari. Umumnya karbohidrat yang digunakan antara 10-75% tergantung jenis dan usia tumbuhan.
c.       Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ada 2 yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi struktur dan komposisi komunitas, jenis dan usia tumbuhan, serta peneduhan. Faktor eksternal cahaya, karbohidrat, air, nutrisi, suhu, dan tanah.
1)      Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer. Oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Panjang gelombang dan intensitas cahaya sangat berperan terhadap proses fotosintesis. Pada tumbuhan berklorofil gelombang cahaya merah dan biru diserap , sedangkan gelombang cahaya hijau dipantulkan. Atau tidak dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Beda halnya pada tumbuhan yang menyerap energi cahaya oleh pigmen coklat dan pigmen biru seperti pada ganggang, maka cahaya hijau dapat diserap. Intensitas cahaya dapat menentukan jumlah energi yang dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi gula dengan efisiensi 20% sedangkan pada cahaya terang hanya 8%. Pada intensitas cahaya yang tinggi dapat merusak klorofil. Apabila faktor yang diperlukan berada dalam keadan optimal, jumlah cahaya yang dipakai sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap (dengan jumlah klorofil yang ada). Tumbuhan yang hidup pada habitat dengan intensitas cahaya tinggi akan teradaptasi dengan mempunyai jaringan aktif untuk fotosintesis dengan proporsi tinggi. Sebaliknya pada tumbuhan yang teradaptasi dengan cahaya lemah, jumlah jaringan aktif untuk fotosintesis rendah atau jumlah klorofil rendah. Pengaruh intensitas cahaya pada tumbuhan jenis C3 dan C4 berbeda, yang mana tanaman C3 merupakan tanaman yang jenuh cahay pada intensitas yang jauh di bawah penyinaran matahari penuh sedangkan tanaman C4 intensitas cahaya mendekati penyinaran penuh. Tanman C3 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil berasal dari pengikatan atau fiksasi karbon yaitu 3-karbon asam organik yang berasal dari proses karboksilasi dan pemecahan dari molekul aseptor 5-karbon. Contoh tanaman C3 adalah tanaman pada umumnya. Tanaman C4 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil dari fotosintesis adalah 4-karbon asam organik yang berasal dari proses karbosilaksi molekul aseptor 3-karbon. Contoh tanaman C4 adalah tanaman berpembuluh seperti rumput-rumputan. Laju produktivitas neto/bersih pada tanaman C4 biasanya tinggi diatas tanaman C3.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
2)      Karbondioksida
Karbondioksida diambil secara pasif dan dipengaruhi terutama oleh kadar karbondioksida yang ada diluar dan dalam tumbuhan.
3)      Air
Jumlah air yang tidak memadai menghambat semua proses metabolisme termasuk fotosintesis karena stomata tertutup dan tumbuhan menjadi layu.  Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan  akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
4)      Nutrisi
Nutrien entuk sejumlah klorofil dan enzim yang berperan aktif dalam proses fotosintesis. Misalnya magnesium yang merupakan bagian utama dari molekul klorofil. Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrien pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
5)      Suhu
Laju proses kimia sangat ditentukan oleh keadaan suhu yang mana laju akan maksimal pada temperature optimum. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
6)      Tanah
Tanah merupakan tempat sebagian besar tumbuhan untuk hidup terutama tumbuhan darat. Di dalam tanah mengandung berbagai macam zatatau senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Salah satunya kandungan hidrogen. Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007). Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah
7)      Struktur dan Komposisi Komunitas
Struktur dan komposisi komunitas sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan herba yang hidup pada habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.
8)      Jenis dan Umur Tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya. Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan.
9)      Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak di serapdekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di atas kepala.
2.3 Metode untuk Penentuan Produktivitas Primer
Cara–cara untuk menentukan produktivitas primer adalah sangat penting mengingat proses ini memiliki arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya di lakukan secara tidak langsung , berdasarkan pada : jumlah substansi yang di hasilkan, atau jumlah matrial yang di pakai, atau jumlah hasil sampingannya. Satu hal yang perlu di ingat bahwa  proses fotosintesis berada dalam keseimbangan dengan respirasi. Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat , karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini dalam skala tahunan.  Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah sebagai berikut :
a.       Metode penuaian
Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produktivitas primer bersih. Metode penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang sederhana. Tetapi dapat pula di gunakan untuk ekosistem lainya dengan syarat tumbuhan tahunan predominan dan tidak terdapat rerumputan. Untuk ini paling baik mencuplik produktivitas pada satu seri percontohan(cuplikan)selama satu musim tumbuh. Metode ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada diatas permukaan tanah, baik pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang didalam air. Bagian yang di potong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan prodiktivitas primer di nyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram berat kering/ m2 /tahun.metode ini menunjukkan perubahan berat kering selama priode waktu tertentu. Metode penuian memeng tidak cocok untuk mengukur produktivitas primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan misalnya perubahan biomasa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga berkurangnya fitoplankton oleh hewan – hewan pada  tropik diatasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan pengadukan.  
Metode penuaian ini sangat sederhana, meskipun memiliki potensi – potensi kesalahan- kesalahan : sistim akar harus termasuk dalam perhitungan, dan adanya hewan herbivora. 
b.      Metode penentuan oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat sebagian oksigen di manfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di perhitungkan dalam penentuan produktivitas.
Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya. Dua contoh air yang mengandung ganggang di ambil pada kedalaman yang relatif sama. Satu contoh di simpan di dalam botol bening dan satunya lagi pada botol yang di cat hitam. Kandungan oksigen dari kedua botol tadi sebelumnya ditentukan, kemudian di simpan dalam air yang sesuai dengan kedalaman dan tempat pengambilan air tadi. Kedua botol tadi di biarkan selama satu sampai 12 jam. Selama itu akan terjadi perubahan kandungan oksigen di kedua botol tadi. Pada botol yang hitam terjadi proses respirasi yang menggunakan oksigen, sedangkan pada botol yang bening akan terjadi baik fotosintesis maupun respirasi. Diasumsikan respirasi pada kedua botol relatif sama. Dengan demikian produktivitas pada ganggang dapat di tentukan.
Metode – metode ini memiliki kelemahan – kelemahan, yaitu hanya dapat di lakukan pada produsen mikro dan asumsi respirasi pada kedua botol tadi sama adalah kurang tepat.
c.       Metode pengukuran karbondioksida
Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat di pergunakansebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus di perhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat di pakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan. Ada dua tehnik atau metode utama yaitu :
Ø  Metode ruang tertutup, biasanya di gunakan untuk sebagian atau seluruh tumbuhan kecil(herba,perdu pendek). Dua contoh di pilih dan di usahakan satu sama lainnya relatif sama. Satu contoh di simpan dalam kontainer bening dan satunya lagi di simpan dalam kontainer gelap(tertutup lapisan hitam). Udara dibiarkan keluar- masuk pada keedua kontainer melalui pipa yang sudah di atur sedenikian rupa dan mempergunakan pengisapan udara dengan kecepatan aliran udara tertentu. Konsentrasi karbondioksida yang masuk dan keluar kontainer di pantau. Dengan cara ini karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis dapat dihitung, yaitu sama dengan jumlah yang di hasilkan dalam kontainerr gelap di tambah dengan jumlah yang di pakai dalam kontainer bening /terang. Dalam kontainer gelap terdapat produksi karbondioksida sebagai hasil respirasi,dan pada kontainer bening karbondioksida di pakai dalam proses fotosintesis daan juga adanya produksi akibat adanya respirasi. Metode ini juga memiliki kelemahan seperti pada metode dengan penentuan oksigen dan meningkatnya suhu dalam kontainer (seperti rumah kaca)sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi.
Ø  Metode aerodinamika, metode ini maksudnya menutupi kelemahan – kelemahan pada metode ruang tertutup. Karbondiaksida yang diukur diambil dari sensor yang di pasang pada tabung tegak dalam komunitas, dan satunya lagi di pasang lebih tinggi dari tumbuhan. Perubahan konsentrasi karbondioksida di atas dan didalam komunitas dapat di pakai sebagai indikasi dari produktivitas. Pada malam hari konsentrasi karbondioksida akan meningkat akibat terjadi respirasi, sedangkan pada siang hari konsentrasi akan menurun akibat proses fotosintesis. Perbandingan konsentrasi ini merupakan indikasi berapa banyak karbon dioksida yang di manfaatkan dalam fotosintesis.
d.      Metode radioaktif
Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam sistem. Misalnya karbon aktif (C14) dapat di introduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya di asimilasikan oleh tumbuhan dan di pantau untuk mendapatkan perkiraa produktivitas. Tehnik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode lainya, yaitu dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap ekosistem.  
e.       Metode penentuan klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen tumbuhan. Mula–mula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran tertentu. Untuk sampling fitoplankton dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain fitoplankton harus di pisahkan dari sampel. Samel selanjutnya di saring dengan menggunakan filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan rendah. Filter yang mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85% , kemudian dibiarkan semalam, dan selanjutnya di sentrifuse. Supernatannya dibuang dan pelet yang mengandung klorofil di keringkan dan di timbang beratnya. Berat klorofil di ukur dalam mg klorofil/unit area. Pengukuran klorofil juga bisa di lakukan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Bila rasio asimilasi, kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya di ketahui, maka produktivitas primer kotor dapat diketahui. Metode ini dapat di terapkan pada berbagai tipe ekosistem.
2.4  Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami dan Gambaran Umum    Produktivitas Ekosistem
1. Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu (J/mr/tahun), atau sebagai biomassa (berat) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa umumnya dinyatakan sebagai berat kering bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat digunakan, dan karena kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu yg singkat. Produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yg terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass).
Secara garis besar produktivitas primer ekosistem alami dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:
1.      Relatif tidak produktif, termasuk di dalamnya: lautan terbuka dan padang pasir. Produktivitasnya lebih rendah dari 0,1 gram/m²/hari.
2.      Produktivitas medium, meliputi: padang rumput semi kering, pantai laut, danau dangkal, dan hutan di tanah kering. Harga produktivitasnya berkisar antara 1-10 gram/m²/hari.
3.      Sangat produktiv, meliputi: estuaria, sistem koral, hutan lembab, paparan aluvial, dan daerah pertanian yang intensif. Produktivitasnya antara 10-20 gram/m²/hari.
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode biomassa, metode penandaan  dan metode metabolisme. Penelitian produktivitas di Indonesia umumnya menggunakan metode penandaan. Produktivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran ini bisa lebih kecil dari produktivitas yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan seresah, pengaruh grazing hewan-hewan herbivore yang memakan tumbuhan. Beberapa peneliti membagi biomassa atau produktivitas menurut letaknya terhadap substrat yaitu biomassa di atas substrat (meliputi batang, helaian dan pelepah daun) dan biomassa di bawah substrat meliputi akar, dan rhizome (Dedi, 2009).
Tunas-tunas fotosintetik pada tumbuhan merupakan organ penting untuk berproduksi. Namun banyak hasil fotosintesis ditranslokasikan ke bawah tanah, di mana hasil fotosintesis tersebut mendukung pertumbuhan akan dan disimpan. Menurut Mcnaughton dan Wolf (1998), siklus tahunan biomassa tumbuhan di atas dan di bawah tanah mengarah kepada hubungan terbalik. Selama musim pertumbuhan, ketika biomassa di atas tanah meningkat cepat, biomas di bawah tanah umumnya cenderung menurun. Sedangkan pada akhir musim, biomassa di bawah tanah umumnya meningkat kembali karena kelebihan produksi yang dihasilkan tunas-tunas kemudian dipindahkan ke bawah.
2. Gambaran Umum Produktivitas Ekosistem
a.sebagian besar prosentase permukaan bumi berada dalam kategori produktivitas yang rendah, akibat tidak adanya air seperti padang pasir atau kekurangan hara seperti lautan dalam.
b. produktivitas lautan pada kenyataannya lebih rendah daripada produktivitas daratan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa penyebab, yang paling tinggi adalah tingginya prosentase energi yang dipakai dalam respirasi oleh pitoplangton, dan akibat kekurangan har terutama pada lapisan permukaan air.
c.ekosistem yang paling produktif adalah ekosistem terbuka, memiliki komunikasi yang intensif terhadap ekosisitem lainnya (adanya masukan). Misalnya estuaria, rawa dan koral dan kesemuanya, mendapatkan masukan nutrisi dari daerah sekitarnya. Sistem setengah tertutup dengan siklus nutrisi yang mandiri umumnya kurang produktif.
2.5 Produktivitas dalam pertanian dan Implikasi Bagi Nutrisi Manusia
1. Produktivitas dalam Pertanian
  1. Pemanfaatan rata-rata energi matahari oleh ekosistem alami adalah dua sampai tujuh kali rata-rata yang dipakai oleh tananam pertanian. Hal ini memiliki implikasi yang sangat luas. Berarti semua atau setengah dari pola produksi makanan kurang efisien. Bila ekosistem alami ini dikonversi menjadi ekosistem pertanian efisiensinya menurun. Rata-rata produktivitas biji-bijian dunia sekitar 2 grm/m2/hari, ini merupakan angka rendah jika dibandingkan dengan ekosistem alami 
  2. Dalam beberapa daerah iklim,sistem petanian yang memanfaatkan energi surya sepenuhnya adalah tanaman yang selama setahun penuh mempunyai penutupan atau kanopi yang rapat. Dalam hal ini pertanian tumpang sari adalah gambaran system pertanian yang efisien. Jumlah klorofil per unit are adalah tinggi,sehingga energi lebih banyak yang dimanfaatkan.
  3. Pada kenyataannya semua produktivitas yang diperkirakan untuk pertanian memerlukan subsidi energi. Pertanian memerlukan subsidi energi bahan bakar untuk traktor atau untuk mengolah tanah, memberikan pupuk, pestisida dan yang lainnya. Apabila kesemuanya diperhitungkan maka efisiensi ekosistem sangat rendah.
2. Implikasi bagi  Nutrisi Manusia
            Selama system alami maupun pertanian produktivitasnya rendah maka haruslah dilakukan usaha untuk meningkatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Caranya adalah dengan mengurangi faktor pembatas untuk kehidupan tanaman tumbuhan, seperti pembuatan irigasi,penambahan pupuk, meningkatkan teknologi pertanian, pembuatan bibit unggul dan lain-lainnya.
            Pada umumnya hasil kombinasi usaha ini meragukan,apakah dapat meningkatkan produksi makanan sepuluh kali lipat, sehingga dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk manusia dibumi ini. Ketika efisienan produktivitas primer pertanian ini berkaitan dengan kenyataan bahwa sebagian besar populasi manusia menduduki tingkat tropic di atas herbivora. Dengan demikian sangat besar energi yang hilang sebelum dimanfaatkn oleh manusia. Dengan demikian usaha yang dilakukan adalah menanam tanaman yang langsung dapat dimakan oleh manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar